Rabu, 25 Januari 2012

Perempuan dalam kultur fakfak

0

          Dalam sistem perkawinan pada suku-suku asli difakfak selalu ditandai dengan pembayaran mas kawin yang jumlahnya ditentukan sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak, yaitu pihak laki-laki dan perempuan. Seringkali pembayaran mas kawin kurang dipahami oleh semua orang sehingga makna pembayaran mas kawin menjadi pembicaraan sinis atau negativ, bahkan sering dikatakan perempuan fakfak itu mahal harganya atau juga ajang menunjukan siapa yang kaya (du piat) yang bisa membayar mas kawin anak laki-lakinya yang mengambil anak perempuan orang lain. Ada pula pandangan negativ terhadap perempuan, bahwa perempuan dalam budaya fakfak menduduki tempat yang rendah yaitu posisinya hanya didapur, dikebun, bekerja untuk suami dan anak-anak makan, melayani suami, tidak punya hak bicara, hak kepemilikan, dll sebab sudah lunas dibayar, hal ini merupakan pelecehan terhadap budaya fakfak. Simbol Budaya berikut ini memberikan makna bagi seorang perempuan dalam kultur/budaya Fakfak.
          Dalam  rangkaian prosesi perkawinan ada beberapa hal diantaranya yang sering dilakukan dalam siatem perkawinan, yaitu:
  1. Mas Kawin.... Pembayaran mas kawin bukan berarti seorang perempuan dibeli atau dijual dengan harga yang mahal dan sudah lunas dibayar. Perempuan fakfak dihargai bukan dengan sejumlah mas dan uang yang kadang sampai ratusan juta rupiah. Namun perempuan fakfak dihargai karena sejumlah simbol yang melekat pada dirinya misalnya: Tombor kahrang (bagai seorang putri dengan kelengkapan  kabari propror ) yang diambil dan masuk dalam keluarga besar laki-laki yang diharapkan dari rahimnya akan lahir generasi baru yang berkualitas. Mas kawin adalah simbol pengikat hubungan kekerabatan, mas kawin tersebut tidak akan hilang begitu saja tetapi akan berputar dalam satu sistem kekerabatan yaitu bahwa pada suatu saat anak perempuan yang dilahirkan dari rahim Tombor kahrang  akan kawin lagi dengan anak laki-laki dari saudara jauh Tombor kahrang maka harta tersebut akan kembali lagi (Uwet du napit) tidak tergantung pada besar kecilnya mas kawin yang dibayarkan.
  2. Ndo wahenema, Seorang perempuan (tombor kahrang) sebelum mengikuti prosesi perkawinan perlu diperlengkapi oleh pihak keluarga perempuan dengan Kabari propror,... adalah noken/dari warna-warni yang disulam dari kulit kayu oleh ibu-ibu terampil, didalamnya berisi lopa-lopa(dompet) yang juga dianyam dari daun nipa dalam jumlah yang banyak membentuk noken yang indah digantungkan pada kepala atau leher tombor kahrang. Isi noken mengadung filosofi tentang tanggung jawab yang dipikul seorang perempuan fak-fak yang sungguh berat. Sebagai bank keluarga yang perlu dijaga kredibilitasnya, dapat menyimpan dan menggandakan uang hingga dapat berbunga...... tugas berat inilah maka seorang perempuan fakfak dihargai.
  3. Tombor mag/tombor wah/kupang wah, adalah proses pembayaran mas kawin yang merupakan tanggung jawab kedua belah pihak, baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan. (Sakeos.Iha)
    READ MORE - Perempuan dalam kultur fakfak

    Selasa, 24 Januari 2012

    Nama Fakfak

    0

    Menjadi bahan diskusi yang cukup hangat dan membingungkan ketika dipertanyakan dari mana asal-usul nama kabupaten fakfak. Berbagai pendapat coba ditampilkan untuk menjawab pertanyaan tersebut, nampaknya belum tuntas menemukan jawaban yang kongkrit. Ada dua versi yang dapat diakomodir dalam artikel ini, yaitu:   
    1. Pakpak, dari kata kulit: dalam hal ini nama fakfak berasal dari kata pak yang berarti kulit, pengertian ini terkait dengan kulit yang membungkus isi / kah/ih. Ada satu tempat yang sering dikaitkan dengan  kata kah adalah nama distrik kokas yang di pahami dalam sebutan kokah, jika dikaitkan dengan fakfak maka ada sebutan ko ge kah horme ge pak, artinya fakfak melindungi kokas atau kulit/pak membungkus isi/ka/ih. Hal ini menunjuk pada simbol kabupaten fakfak yaitu buah pala. Buah pala terdiri dari isi dan kulit seperti itu contohnya.
    2. Pakpak, dari kata kompak yang artinya baku potong/berkelahi/berperang: sebutan ini dikaitkan dengan cerita rakyat suku-suku yang ada disemenanjung Onim yang hidup pada masa hukum rimba masih berlaku. Siapa yang kuat dia yang menang diberlakukan dalam rangka merebut wilayah kekuasaan, perempuan hingga pada masa penjajahan baik pada masa majapahit, pengaruh raja atau sultan ternate/tidore, bahkan portugis, belanda dan jepang. Lokasi yang menjadi pusat ibu kota kebupaten disana dihuni beberapa sub suku yang tidak pernah hidup rukun, banyak terjadi perang suku dan pembunuhan besar-besaran. Hal ini berlaku sampai pada masa penjajahan terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap orang-orang pribumi. Dalam kaitan dengan nama fakfak, menunjuk pada tempat dilakukannya atau terjadinya peristiwa saling beradu kekuatan dengan alat tajam seperti parang sampai titik darah penghabisan. Nama Fakfak menjadi simbol peperangan/kekerasan di jazirah/semenanjung Onim. (S.Iha)
    READ MORE - Nama Fakfak